Hidup
Biarpun sedikit asal cukup
By Syalu fz
Adzan subuh berkumandang pangilan ibadah untuk kaum islam harus dilaksanakan, masjid sebagai tempat tujuan, setelah sholat tidak lupa menadahkan tangan meminta pertolongan kepada sang pemberi kehidupan, agar hidup yang dijalani semakin ringan walau sulit dilakukan.
Ayam berkokok pertanda matahari akan menampakkan sinarnya, menganti lembaran kehidupan baru bagi semua orang, memberi peluang untuk melaksanakan setiap tantangan yang mengadang dalam langkah manusia yang masih bernafas. Menjadi kebiasaan di pagi hari setiap rumah mengepulkan asapnya dari dapur pertanda ibu-ibu dalam rumahnya menyiapkan makanan.
Sama halnya seperti rumah yang lain, salah satu rumah tua berwarna biru di desa kemanggi dengan catnya sudah memudar dimakan usia dan atap yang bocor. Juga ikut memeriahkan suasana pagi hari dengan megepulkan asapnya pertanda bu Amnah pemilik rumah sedang menyiapkan sarapan untuk anaknya, bukan masakan istimewa tapi bisa menganjal perut sampai siang hari, lumayan kan. Setelah makanan tersaji beliau berkata.
“Ayo semua sarapan dulu
iya bentar jawab mereka bersama.
Eka kamu masuk kerja jam berapa ? tanya ibu pada anak pertama.
Nanti jam Sembilan buk, kenapa? jawab eka.
Nanti antar ibuk belanja kebutuhan toko jelas bu amnah.
iya, dek ambilkan krupuk jawab eka diiringi perintah untuk adiknya.
Bu amnah punya toko disamping rumahnya, tidak terlalu besar tapi penghasilannya cukup mengubah kehidupanya selama ini, dulu sebelum punya took bu amnah hanya penjual kue keliling, setelah anak pertamanya bekerja mereka bisa membuka toko sirumahnya sendiri.
Bu amnah adalah seorang ibu beranak empat yang ditinggal mati suaminya sekitar sepuluh tahun yang lalu, dan mulai saat itu beliau menghidupi anaknya seorang diri dengan kesabaran dan keikhlasan, suaminya meniggal karena sakit.
Yang menjadi kehebatan bu amnah adalah teguh pendirian, beliau dengan keyakinan kuat menyekolahkan anaknya sampai masuk perguruan tinggi, memang tidak mudah, biayanya saja tidak sedikit, tapi beliau yakin semua bisa dilakukan jika masih ada Allah dan keyakinan yang kuat.
Uang bu amnah memang tidak banyak, jualanya pun tidak terlalu rame, suaminya pun tidak meninggalkan harta warisan apapun karena sudah habis untuk berobat, semenjak Eka anak pertamanya lulus perguruan tinggi dan mendapatkan pekerjaan beban bu Amnah sedikit terbantu.
Jam 06.45
“Diva kok belum berangkat” tanya bu Amnah pada anaknya ke dua
“ hehe iya buk dosenya izin enggak masuk, Amra mau bareng mba Esa?” jawab Esa diselinggi tanya untuk adikknya.
“ lho Amra juga belum berangkat, kenapa?” tanya bu Amnah saat melihat anak ketiganya belum berangkat.
“ ini mau sekalian bareng mba Diva” jawab Amra
Anak ketiganya ini memang irit bicara, tidak seperti Ami adeknya yang cerewet, tapi Bu Amnah tidak pernah membedakannya karena setiap orang berbeda. Setelah semua anaknya pergi, beliau membuka toko dan melakuakan pekerjaannya seperti biasa. Dari mulai menata dagangannya, meyapu hingga mengepel lantai, seperti yang dilakukan para penjual lainnya.
Jam 17.22
Semua sudah berkumpul diruang tengah, setelah sholat magrib dan makan malam kegiataan selanjutnya adalah berkumpul, belajar bagi Amra dam Ami serta kesibukan lain yang dilakukan Mas Eka dan Mba Esa, sedangkan Bu Amnah menyiapkan makan malam. Saat semua sibuk dengan sendirinya Amra dating ke Bu Amnah dna bilang.
“ Bu, Amra minggu depan UAS sppnya belum dibayar” jelas Amra perlahan. Tapi tetap didenggar yang lain.
“iya bu spp Ami juga belum dibayar” lanjut Ami
“ iya besok dibayar” jawab bu Amnah singkat
“ terakhir bayarnya kapan ra?” tanya Mba Esa
“ lusa mba” jawab Amra
“Ami juga sama, terakhir lusa” tanpa ada yang tanya dia menjawab sendiri.
“ kenapa baru bilang sekarang?” tanya Mba diva lagi
“lupa, manusiawi kan” jelas Amra singkat
“kalo sifat lupa dimanusiawikan, kapan orang sadar dek” Mas Eka ikut nimbrung
“jangan dibiasain lah ra, kan kamu tau sendiri spp nya enggak murah kalo bilang bayar dari awal pas dapet pemgumuman biar ibu enggak kepikiran, Ami juga kan udah besar dek tau sendiri kan ibu harus nabung dulu buat bayar sekolah kita” jelas Mba Esa pada kedua adiknya
“kalo ada bayar sekolah bilangnya pas diawal dek, biar ibu punya waktu mikir ngumpulin uangnya, biar Mas Eka juga bisa ngasih pas gajian, jangan waktu mepet gini kan uangnya udah kepakai buat yang lain, besok lagi jangan diulangi ya dek” kata Mas Eka
“ iya kan Amra udah bilang kalo lupa Mas Mbak” jawab Amra penuh salah
“ udah enggak kenapa-kenapa itu kan kewajiban ibu, memang uang ibu enggak banyak tapi bakal ibu usahain, kalian enggak perlu mikirin cara bayarnya tugas kalian cuma belajar yang pintar biar nanti bisa bahagiain ibumu ini” kata Bu Amnah menetralkan suasana
“ tapi kan enggak gitu bu, biar mereka punya rasa tanggung jawab tau dirilah kan uang kita enggak banyak jadi mereka harus sadar kalo ada apa-apa bilangnya jangan dadakan” Mba Esa menambahi dengan sedikit sebal
“iya enggak bakal diulang deh, lain kali kallo ada pengumuman langsung bilang” bilang Ami
“ memang itu tugas ibu membiayain kalian kan, uang ibu memang enggak banyak yang penting cukup buat kehidupan kita sekarang, tetep harus bersyukur diberikan kehidupan yang semakin membaik setelah Bapak kalian pergi, rezeki kan enggak Cuma uang, kesehatan juga rezeki ibu saja bersyukur masih sehat sampai sekarang, masih bisa menghidupi kalian dari pekerjaan ibu yang halal, sudah malam sholat isya’ langsung tidur semuanya”
Memang yang jadi kekuataan Bu Amnah adalah anak-anaknya, beliau akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan mereka dengan yang dipunya, dan selalu bersyukur walaupun uangnya sedikit selalu cukup untuk biaya hidup dan kebutuhan lainnya seperti membayar sekolah anaknya yang tambah tahun naik.
Semenjak suaminya meninggal Bu Amnah bekerja seorang diri, sampai anaknya bisa sekolah semuanya para tetangga yang iri selalu bilang
“pantesan enggak punya uang, sudah tau enggak punya suami anaknya disekolahin tinggi-tinggi”
Itu adalah kata-kata dari tetangga yang anaknya tidak mau melanjutkan sekolah, tapi Bu Amnah tidak pernah memperdulikan kata mereka dianggapnya angin berlalu, harusnya kan mereka sebagai tetangga yang baik ikut Bahagia, tapi itu hak mereka mau Bahagia atau selalu membicarakan Bu Amnah tidak perbah dipedulikan.
Bu Amnah yakin kalau semua anaknya punya hak untuk belajar dan sukses, beliau tidak ingin anak-anaknya hidup sepertinya serba kekurangan, keingginan setiap ibu adalah sama ingin anaknya bahagia.
Jam 06.33
Pagi datang lagi yang menjadi kebiaan pun dilakukan sama halnya Bu Amnah juga, setelah tadi malam membicarakan uang sekolah Amra dan Ami hari ini pun sudah disiapkan, walaupun uangnya tidak lebih asalkan cukup untuk membayar disemester ini.
“Ra ini uangnya buat bayar, sekolah yang rajin ya biar sukses kalo diomongin Mas Eka sama Mba Esa jangna dilawan kan kamu tau sendiri merka yang bantuin ibu sekolahin kamu sama adek” panggil Bu Amnah pada Amra dan memberinya sedikit wejanggan.
“iya Bu makasih udah mau bayar sekolah aku, kan Amra enggak pernah lawan omongan mereka udah ahh aku au berangkat takut telat nanti” pamit Amra dibarenggi cium tangan dan pipi ibunya
“kamu enggak bareng Mba Esa ra..? adekmu mana, ini juga uang buat bayar sekolahnya dia” teriak Bu Amnah karena Amra sudah lari
“adek masih ganti baju Amra berangkat duluan” jawab Amra yang sudah menghilang
“adek buruan nanti telat” seru Bu Amnah
“iya ini udah siap bu” jawab Ami yang sudah duduk dimeja makan
“ ini uangnya dek, sekolah yang rajin ya” pesan ibu pada sibungsu
‘iya bu, bu katanya adek dibelikan tas sekolah baru” tanya Ami dengan hati-hati takut ibunya tersinggu, soalnya memang tas Ami bekal Amra dulu
“nanti Mas Eka belikan kalo kamu nilainya bagus” Mas Eka menjanjikan pada adeknya
“beneran ya Mas, kalo gitu adek berangkat dulu”
“kamu enggak kerja ka..?” tanya ibu
“ini mau berangkat” jawab Mas Eka yang diiringi pamit kepada ibunya
Sedangkan Mba Esa ada acara dikampus yang mengharuskan menginap disana, aslinya Bu Amnah sangat khawatir karena takut anaknya kenapa-kenapa tapi Mba Esa bisa meyakinkan ibunya bahwa dikampus aman dan terjaga.
Maka dari itu Bu Amnah selalu was-was pada semua anaknya karena beliau menjaganya seorang diri, tapi beliau selalu bersyukur karena anaknya tidak pernah merepotkan, mereka memahami kondisi ibunya, tidak banyak mau dan banyak tingkah, memang soal keinginan mereka tidak langsung terpenuhi harus menabung dulu, tapi itu menjadikan mereka mandiri dan bekerja keras untuk mendapatkan apa yang mereka inggikan.
Disetiap hari ada hal yang terjadi yang harus dihadapi, diselesaikan untuk hidup yang lebih baik, bukan pergi untuk menghindari. Kapanpun dan dimanapun ada selalu ada masalah yang terjadi mau diselesaikan atau ditinggal pergi itu urusan mereka yang mempunyai masalah itu.
Siapapun kalian pasti punya masalah dalam hidupnya entah masalah itu datang dari keluarga, teman, lingkungan, sekolahan dan yang lain pasti hal itu akan ada dan terjadi.
Ini sedikit kisah dari saya, hanya kata semoga bermakna.
Terimakasih sudah mau membaca.
#syalustory
Semangat untuk mengapai mimpi dan cita-citamu
BalasHapus